CANDI PRAMBANAN

Diposting oleh R1 | 12:36:00 PM

Candi Prambanan adalah mahakarya kebudayaan Hindu dari abad ke-10. Bangunannya yang langsing dan menjulang setinggi 47 meter membuat kecantikan arsitekturnya tak tertandingi.
Candi Prambanan terletak di Desa Prambanan, yang wilayahnya dibagi antara Kabupaten Sleman dan Klaten, kurang lebih 20 KM kearah timur dari kota Yogyakarta, 40 KM barat Surakarta, dan 120 KM selatan dari kota Semarang, persis diperbatasan antara propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Prambanan, Candi Hindu Tercantik di Dunia
Kompleks bangunan Candi Prambanan terdiri dari 3 candi utama berketinggian 47 meter. Yaitu Candi Siwa, Candi Brahma, dan Candi Wisnu (lambang trimurti dalam kepercayaan Hindu). Tepatnya di sebelah utara jalan raya Jogja – Solo, sehingga transportasi disana sangat mudah untuk dijangkau. Dalam kompleks Candi Prambanan juga didukung fasilitas Museum Arkeologi, Audio Visual, Wartel, Warnet, Hotel, restoran, toko-toko cinderamata, Teman Bermain, dan sebagainya. Sehingga sangat wajar kalau kompleks Candi Prambanan ini merupakan kekayaan arkeologi dunia yang menjadi salah satu tujuan pariwisata.
Candi yang sejak tahun 1991 ditetapkan UNESCO sebagai cagar budaya dunia (World Wonder Heritage) ini menempati kompleks seluas 39,8 hektar, menjulang setinggi 5 meter, bahkan lebih tinggi dari candi Borobudur, dan kelihatan perkasa serta kokoh, sehingga sangat menunjukkan kejayaan peradaban Hindu di tanah Jawa.

CANDI PRAMBANAN
(in d' nite)
Makam dalam Kompleks Prambanan
Candi Prambanan adalah bangunan luar biasa cantik yang dibangun di abad ke-10 pada masa pemerintahan dua raja, Rakai Pikatan dan Rakai Balitung. Menjulang setinggi 47 meter (5 meter lebih tinggi dari Candi Borobudur), berdirinya candi ini telah memenuhi keinginan pembuatnya, menunjukkan kejayaan Hindu di tanah Jawa. Candi ini terletak 17 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, di tengah area yang kini dibangun taman indah.
Ada sebuah legenda yang selalu diceritakan masyarakat Jawa tentang candi ini. Alkisah, lelaki bernama Bandung Bondowoso mencintai Roro Jonggrang. Karena tak mencintai, Jonggrang meminta Bondowoso membuat candi dengan 1000 arca dalam semalam. Permintaan itu hampir terpenuhi sebelum Jonggrang meminta warga desa menumbuk padi dan membuat api besar agar terbentuk suasana seperti pagi hari. Bondowoso yang baru dapat membuat 999 arca kemudian mengutuk Jonggrang menjadi arca yang ke-1000 karena merasa dicurangi.
Candi Prambanan memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur. Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu. Selain itu, masih terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi.
Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, anda akan menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Arca Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro Jonggrang dalam legenda yang diceritakan di atas.
Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, anda hanya akan menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Demikian juga Candi Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya akan menemukan satu ruangan berisi arca Brahma.
Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti 'terbit' atau 'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa).
Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi oleh banyak orang sampai sekarang dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Indonesia menggunakannya untuk lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda Pancasila mencari inspirasi di candi ini. Negara lain yang juga menggunakannya untuk lambang negara adalah Thailand, dengan alasan sama tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di Thailand, Garuda dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.
Prambanan juga memiliki relief candi yang memuat kisah Ramayana. Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam mengelola lingkungannya.
Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri Hita Karana untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru di candi ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan yang digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief yang ada di Prambanan telah mendunia.

CANDI PRAMBANAN
(in d' morning)
Kalau cermat, anda juga bisa melihat berbagai relief burung, kali ini burung yang nyata. Relief-relief burung di Candi Prambanan begitu natural sehingga para biolog bahkan dapat mengidentifikasinya sampai tingkat genus. Salah satunya relief Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) yang mengundang pertanyaan. Sebabnya, burung itu sebenarnya hanya terdapat di Pulau Masakambing, sebuah pulau di tengah Laut Jawa. Lalu, apakah jenis itu dulu pernah banyak terdapat di Yogyakarta? Jawabannya silakan cari tahu sendiri. Sebab, hingga kini belum ada satu orang pun yang bisa memecahkan misteri itu.
Nah, masih banyak lagi yang bisa digali di Prambanan. Anda tak boleh jemu tentunya. Kalau pun akhirnya lelah, anda bisa beristirahat di taman sekitar candi. Tertarik? Datanglah segera. Sejak tanggal 18 September 2006, anda sudah bisa memasuki zona 1 Candi Prambanan meski belum bisa masuk ke dalam candi. Beberapa kerusakan akibat gempa 27 Mei 2006 lalu kini sedang diperbaiki.

CANDI PLAOSAN

Diposting oleh R1 | 12:33:00 PM

Candi Kembar, begitu saya dan kebanyakan orang menyebutnya. Karena dalam kompleks Plaosan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Saya lebih memahami bahwa Candi Plaosan adalah bentuk tanda Cinta, yaitu dari Rakai Pikatan kepada pujaan hatinya Pramudhawardhani. Sehingga sampai sekarang banyak yang meyakini bahwa Candi Plaosan mengandung berkah Perjodohan.
Candi Plaosan terletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kompleks Candi Plaosan ini dapat dicapai melalui jalan raya Jogja – Solo, disekitar Prambanan, menuju ke jalan jurusan Prambanan – Manisrenggo dengan jarak sekitar 2 KM. sehingga secara non-administratif orang biasanya menyebut Candi Plaosan masih dalam wilayah Yogyakarta.
Adanya kemuncak stupa, arca Budha serta candi-candi perwara (pendamping / kecil) yang berbentuk stupa menandakan bahwa candi-candi tersebut adalah Candi Budha, tetapi menurut seni arsitektur didalamnya terlihat kental bangunan Hindu, sehingga nampak gabungan antara seni arsitektur Hindu dan Budha yang memang dari dulu menggambarkan perdamaian dan toleransi antar umat beragama. Berdasarkan prasasti pendek yang dipahatkan pada perwara di candi ini, kemungkinan Candi Plaosan dibangun atas kerjasama antara Raja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan pada zaman kerajaan Mataram Kuno sekitar abad ke-9.
Prasasti-prasasti tersebut menggunakan huruf siddham dan berbahasa sansekerta, berdasarkan data prasasti diceritakan pada masa itu raja yang berkuasa adalah Sri Maharaja Rakai Pikatan yang beragama Hindu dan menikah dengan Pramudhawardhani putri dari Raja Samaratungga yang beragama Budha. Pada masa pemerintahannya Rakai Pikatan memerintahkan pendirian bangunan sud bagi Dewa Syiwa (Sivagrha) dan setelah menikah ia juga memberi dharma dengan ikut membangun Candi Plaosan yang berlatar belakang agama Budha untuk istrinya (Pramudhawardhani) dan mertuanya (Samaratungga). Adapun nama Sri Kahulunan yang juga disebut pada prasasti pendek Candi Plaosan Lor adalah Ibu Sari yang juga berperan dalam pembangunan candi itu secara bersama-sama.
Kawasan Candi Plaosan mempunyai Unique Selling Point (USP) atau dalam bahasa “Jerman” (Jejer Kauman) disebut “Keunikan yang menjadi daya jual”, karena sebagai kompleks candi Budha yang bernilai tinggi yang berada di tengah areal persawahan dan pemukiman masyarakat, aksebilitas yang mudah serta sarana dan prasarana yang mendukung. Candi Plaosan yang dibangun Rakai Pikatan juga masih memiliki beberapa keunikan dibanding candi lain, yaitu dua candi utamanya yang "kembar" serta teras yang permukaannya halus. Di candi ini juga terdapat figur Vajrapani, Amitbha, dan Prajnaparamitha.
Napak Tilas di Candi Plaosan
Jika anda kebetulan berlibur dan mengunjungi Candi Prambanan, tak ada salahnya jika menyempatkan waktu sejenak pula ke Candi Plaosan, bahkan kemegahan Candi Budha ini tak kalah dengan Candi Prambanan yang merupakan Candi Hindu tercantik di dunia. Candi Plaosan Kidul tak semegah Candi Plaosan Lor. Tinggi candi-candi di kompleks sekitar 5 meter. Mengunjungi Candi Plaosan, seakan anda dibawa ke masa lebih dari seribu tahun silam. Masa dimana pada waktu itu, kerajaan Mataram Kuno berkuasa di Jawa.
Kompleks Candi Plaosan ditemukan pagar keliling berukuran 290m x 460m. di dalam pagar keliling terdapat parit keliling berukuran 270m x 440m. pagar keliling tersebut dapat menunjukkan bahwa Candi Plaosan merupakan kompleks candi yang luas, yang mencapai 5 hektare dan sebagian kompleks itu kini masih merupakan persawahan milik warga.
Pada beberapa candi dan stupa perwara ditemukan prasasti singkat yang memuat gelar dan nama tokoh-tokoh. Ditemukan pula prasasti dari emas dan perak berisi mantra untuk memuja Dewa.
Candi Plaosan Lor terdiri dari dua candi induk yang memiliki tinggi sekitar 21 meter, masing-masing berdiri di sebelah selatan dan utara yang keduanya berdiri berdampingan dan dipisahkan pagar. Pagar tersebut dari batu sepanjang 50 meter dan lebar 14 meter yang di tembok ini pula terdapat gambar bodhisattva, kinnara dan beberapa Dewa perempuan, jarak kedua candi induk sekitar 30 meter. Secara umum relief ukiran yang terletak dibagian selatan candi menggambarkan tentang laki-laki dan dibagian utara menggambarkan wanita. Di luar pagar candi induk terdapat ratusan candi yang terdiri dari candi perwara dan stupa perwara, sebelah barat deretan perwara ini terdapat dua pasang arca dwarapala dengan posisi duduk diatas batu, saling berhadap-hadapan, tangannya memegang ular, dibelakang terselip belati dipinggang, dan wajahnya menyeramkan jauh melebihi guru BK disekolah anda. Keberadaan dua arca ini seperti penjaga candi.
Candi Plaosan Kidul hanya berjarak sekitar 30 meter dari Candi Plaosan Lor yang dapat dijumpai dengan berjalan kaki. Candi Plaosan Kidul terdiri dari beberapa candi yang mempunyai tinggi sekitar 5 meter. Sama seperti Candi Plaosan Lor, Candi Plaosan Kidul juga memiliki pendopo di bagian tengah yang dikelilingi 8 candi kecil yang terbagi menjadi 2 tingkat dan tiap-tiap tingkat terdiri dari 4 candi. Ada pula gambaran Tathagata Amitbha, Vajrapani dengan atribut vajra pada utpala serta Prajnaparamita yang dianggap sebagai "mother of all budha” atau dalam bahasa Jerman tadi berarti: Ibu dari semua Budha.
Kompleks Candi Plaosan yang megah ini banyak dikunjungi orang, selain wisatawan domestik dan mancanegara tidak sedikit pula yang datang dari jauh untuk mendapatkan berkah, ada yang agar diberkahi keselamatan, naik derajad, minta nomor togel, dan yang paling dianggap utama adalah berkah tentang perjodohan.

CANDI PAWON

Diposting oleh R1 | 12:32:00 PM

Candi Pawon merupakan tempat untuk menyimpan Vajranala, yaitu senjata Raja Indera dalam mitologi India. Letak Candi Pawon ini berada 1150 meter ke arah barat dari Candi Mendut dan berada 1750 meter ke arah timur dari Candi Borobudur, juga merupakan sebuah candi Budha. Saat diteliti secara lengkap pada reliefnya, ternyata merupakan permulaan relief Candi Borobudur.
Nama Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya, tetapi menurut J.G. Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal dari bahasa Jawa “Awu” (=abu), mendapat awalan “pa” dan akhiran “an” yang menunjukkan suatu tempat. Dalam bahasa sehari-hari “pawon” berarti “dapur”, akan tetapi Casparis mengartikan “perabuan”. Penduduk setempat juga menyebutkan Candi Pawon dengan nama “Bajranalan”. Kata ini mungkin berasal dari bahasa sangsekerta “Vajra” (=halilintar) dan “anala” (=api). Dengan mitologi India, Dewa Indera digambarkan bersenjatakan Vajranala. Sehingga menurut penelitian candi ini dahulu adalah tempat untuk menyimpan senjata Dewa indra yaitu Vajranala.
Napak Tilas di Candi Pawon
Dari bentuk batuannya, kemungkinan Candi Pawon ini terbuat dari batu gunung berapi. Candi Pawon ini berada di atas teras dan tangga yang agak lebar. Semua bagian-bagiannya dihiasi dengan stupa dan dinding-dinding luar candi dihias dengan relief pohon hayati (=kalpataru) yang diapit pundi-pundi dan kinara-kinari (makhluk setengah manusia setengah burung / berkepala manusia berbadan burung).
Setelah berkeliling dan melihat secara lengkap pada reliefnya, ternyata memang sangat di mungkinkan merupakan permulaan relief Candi Borobudur. Sehingga sangat jelas bahwa Candi Pawon ini adalah juga merupakan Candi Budha.
Keindahan seni bangunan Candi Pawon membuat saya semakin yakin tentang kehebatan arsitektur nenek moyang kita, dan sangat disayangkan bagi setiap orang yang belum kesana.

CANDI MENDUT

Diposting oleh R1 | 12:28:00 PM

Candi Mendut disebut juga candi bertuah, karena banyak pasutri yang belum dikaruniai anak memohon ke Dewi Kesuburan. Candi Mendut ini terletak di desa Mendut, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Yaitu terletak 2 KM tenggara ibu kota kabupaten Magelang, dan 3 KM ke arah timur dari Candi Borobudur, serta 1,5 KM ke arah utara dari Candi Pawon. Sehingga Candi Mendut berdekatan dengan Candi Pawon serta Candi Borobudur.
Menurut Maryono (50), salah satu karyawan Dinas Purbakala menceritakan bahwa bangunan Candi Mendut ditemukan pada tahun 1836 dalam keadaan tertimbun semak belukar. Yang dibangun pada abad ke-9 masehi oleh dinasti Syailendra. Pada umumnya candi-candi di Jawa bahkan di Indonesia pintu masuknya menghadap ke timur, tetapi uniknya pintu masuk pada Candi Mendut menghadap ke barat laut. Selain itu dibilik candi terdapat 3 arca dengan ukuran cukup besar, yang masing-masing terbuat dari bongkahan batu utuh, diantaranya yaitu :
1.CAKYAMUNI, yang menghadap ke barat dalam posisi duduk.
2.AWALOKITESWARA, yang menghadap ke selatan dan juga dalam posisi duduk.
Awalokiteswara merupakan Bodhi Satwa membantu umat manusia.
3.MAITREYA, yang menghadap ke utara dengan posisi duduk pula. Maitreya yaitu sebagai penyelamat manusia di masa depan.
Napak Tilas di Candi Mendut
Relief-relief yang terukir indah juga dapat ditemukan dibeberapa dinding Candi Mendut. Misal di sebelah kiri pintu masuk ke bilik candi terlihat relief Hariti. Tergambarkan Hariti sedang duduk sambil memangku anak, di sekelilingnya terdapat beberapa anak yang sedang bermain. Menurut cerita, HARITI awalnya adalah raksasa yang gemar makan manusia. Namun setelah bertemu Sang Budha ia bertobat dan berubah manjadi pelindung anak-anak. Bahkan dikenal dengan Dewi Kesuburan (Fertility Goddes). Karena Dewi Kesuburan itulah barangkali yang mendorong beberapa pasangan yang belum diberi momongan sering ziarah ke Candi Mendut.
Pak Maryono bercerita pernah menemui sepasang pasutri yang berasal dari Jakarta datang dan berdo’a di Candi Mendut, mereka sudah 5 tahun belum juga dikaruniai anak. Tidak berapa lama setelah berdo’a dibilik Candi Mendut tersebut mereka pun mengabarkan telah mendapatkan keturunan.

Ditambahkannya, orang Jepang pernah ada yang berdo’a mohon kesembuhan dari sakit lumpuhnya. Ketika benar-benar sembuh, pada tahun 1985 balik lagi ke Candi Mendut dan membangun prasasti berbahasa Jepang, diletakkan di luar pagar barat Candi Mendut.
Sumber : pos metro balikpapan.

CANDI KEDULAN

Diposting oleh R1 | 12:24:00 PM

Candi Kedulan ditemukan pada tahun 1993. Penemuan candi ini beserta dua buah prasasti di lokasi penggaliannya mengundang pertanyaan tentang keberadaan desa kuno bernama Pananggaran dan sebuah bendungan di dekatnya.
Candi Kedulan terletak di Bulak perung, Dusun Kedulan, Kelurahan Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Yaitu sekitar 4 kilometer ke arah barat laut Candi Kalasan. Candi ini terdapat pada 3 sampai 7 meter dibawah tanah, kemungkinan besar karena tertimbun lahar dari gunung Merapi yang meletus secara besar-besaran pada awal abad ke-11 (kira-kira tahun 1006).
Jenis arsitektur pada Candi Kedulan terlihat mirip seperti gaya Candi Sambi Sari dan Candi Ijo, yang mempunyai hiasan berupa relief mulut kala (raksasa) dengan taring bawah. Disinilah letak keistimewaan Candi Kedulan, yaitu pada relief “kala” tersebut. Di Jawa Tengah relief kala tidak mempunyai rahang bawah seperti di Jawa Timur, namun Candi Kedulan meski terletak di Jawa Tengah ternyata relief Kala-nya mempunyai rahang bawah. Karena itu diperkirakan Candi Kedulan dibangun pada periode Kerajaan Hindu Jawa Tengah yang bergeser ke Jawa Timur yaitu sekitar abad ke-9.
Napak Tilas di Candi Kedulan
Jenis tanah yang berada disekitar candi terdiri dari 13 lapisan yang berbeda, sehingga kemungkinan besar dahulu Candi Kedulan ini tertimbun lahar dalam beberapa kali letusan (13 kali). Candi Kedulan memiliki berbagai corak candi dengan candi induk yang berada di tengah berukuran 13,7 x 13,70 x 8,009 meter. Candi Kedulan ini juga dilengkapi dengan pagar halaman, seperti juga Candi Sambisari yang terletak sekitar 1 kilometer dari Candi Kedulan.
Lokasi penggalian sedalam 7 meter akan langsung ditemui begitu tiba di kompleks candi ini. Lokasi penggalian itu berisi batu-batu candi yang tersebar ke segala penjuru dan bagian kaki candi induk yang tampak masih menyatu. Di lokasi penggalian inilah kompleks Candi Kedulan yang terdiri dari 1 candi induk dan 3 candi perwara (pendamping) semula berdiri. Kini, bagian kaki candi induk tengah diuji kekokohannya agar dapat ditumpangi batu-batu lain pada tahap selanjutnya.
Mengelilingi daerah sekitar lokasi penggalian, akan dijumpai batu-batu candi yang tengah direkonstruksi dengan cara mencocokkan batu satu dengan batu lainnya. Batu yang telah berhasil dicocokkan diberi simbol-simbol tertentu yang ditulis menggunakan kapur. Tampak konstruksi sementara bangunan pagar pembatas selasar candi, atap, bilik candi dan beberapa bagian tubuh candi lainnya. Terlihat pula lingga dan yoni yang diduga merupakan komponen yang mengisi bilik candi.
Beberapa ornamen yang menghias candi sudah bisa dinikmati keindahannya walau candinya sendiri masih dalam tahap rekonstruksi. Misalnya, relief naga di bawah yoni yang diperkirakan mengisi bilik utama candi induk, figurnya berbeda dengan naga penghias yoni candi di Jawa Tengah lainnya sebab terlihat memiliki rahang. Terdapat pula relief dewa di beberapa bagian dinding candi, hiasan sulur-suluran, roset, serta relief motif batik.
Selesai berkeliling, YogYES sempat berbincang dengan salah seorang staf bernama Haryono. Ia bercerita betapa sulitnya menyusun kembali bangunan yang telah runtuh itu. Ada ratusan batu yang harus dicocokkan agar candi bisa berdiri lagi, padahal untuk mencocokkannya tak ada petunjuk sama sekali. Saking sulitnya, seorang pekerja kadang hanya mampu mencocokkan satu batu dengan satu batu lainnya dalam kurun waktu seminggu. Betul, bagaikan menyusun sebuah puzzle raksasa.
Kalau memasuki ruang informasi di sebelah lokasi penggalian, anda bisa mengetahui perkiraan rancangan Candi Kedulan. Dari hasil diperkirakan, candi induk memiliki tinggi 8 meter, terbagi menjadi bagian kaki, tubuh dan atap. Tubuh candi terdiri dari 10 lapis batu dengan tinggi 2,4 meter, memiliki beberapa relung yang berisi arca Ganesha (anak Dewa Siwa), Agastya, Durga (isteri Dewa Siwa), Nandaka dan Nandiswara (kendaraan Dewi Durga), serta mempunyai selasar sempit yang diduga hanya bisa dimasuki orang-orang tertentu. Atap candi terdiri atas 13 lapis batu andesit. Dari keterangan diatas bisa diperkirakan bahwa arsitekturnya secara keseluruhan mirip dengan Candi Sambisari.
Di ruang informasi itu pula, anda bisa melihat puing-puing puing-puing mangkuk berhias dan barang gerabah yang diduga digunakan dalam ritual peribadatan di candi ini. Selain itu, ada juga kayu-kayu yang berasal dari pepohonan yang tumbuh semasa candi ini berdiri. Haryono bercerita pada YogYES bahwa salah satu serpihan kayu pohon itu pernah dibawa seseorang untuk diukir, namun dikembalikan lagi sebab orang yang membawanya justru mengalami petaka.
Beberapa foto benda-benda lain yang ditemukan selama penggalian juga bisa dilihat di ruang informasi. Ada foto arca dewa berbahan perunggu dan foto prasasti Pananggaran dan Sumudul yang ditemukan pada tahun 2003. Pada dinding ruangan, terdapat gambaran lapisan tanah tempat batu-batu candi ditemukan, serta foto-foto yang menggambarkan proses penggalian yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Pada 12 Juni 2003, ditemukan 2 buah prasasti di lokasi penggalian. Prasasti yang ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta tersebut sudah berhasil dibaca oleh dua epigraf dari Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yaitu Dr Riboet Darmoseotopo dan Tjahjono Prasodjo MA. Berangka tahun 791 Saka (869 Masehi, atau sekitar 10 tahun setelah candi Prambanan berdiri), isinya tentang pembebasan pajak tanah di Desa Pananggaran dan Parhyangan, pembuatan bendungan untuk irigasi, pendirian bangunan suci bernama Tiwaharyyan serta ancaman kutukan bagi siapapun yang tidak mematuhi aturan.
Beberapa arkeolog menduga bahwa prasasti tersebut berkaitan dengan pendirian Candi Kedulan. Bangunan suci Tiwaharyyan diduga merupakan Candi Kedulan itu sendiri. Desa Pananggaran yang diceritakan pada prasasti diduga berada di wilayah sekitar candi, begitu pula bendungan yang dimaksud. Namun sampai kini belum ditemukan jejak bendungan kuno yang dimaksud. Mungkin bendungan itu dibangun di Sungai Opak yang berjarak ±4 km dari lokasi candi, atau mungkin juga di sungai yang kini sudah tidak ada lagi karena tertutup lahar letusan Gunung Merapi seribu tahun silam.
Banyaknya teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan beserta pesona komponen candi menjadikan berwisata ke Candi Kedulan menarik untuk dilakukan. Kondisi candi yang masih dalam tahap rekonstruksi justru menambah kesenangan ketika mengunjunginya.

CANDI KALASAN

Diposting oleh R1 | 1:14:00 PM

Candi Kalasan atau biasa disebut juga Candi Tara merupakan bangunan suci yang dipersembahkan bagi Dewi Tara dan biara bagi para pendeta. Candi Kalasan juga di bangun sebagai penghargaan atas perkawinan Pancapana dari dinasti Sanjaya dengan Dyah Pramudya Wardhani dari dinasti Syailendra. Candi Kalasan ini selesai di bangun pada tahun 778M, sehingga merupakan Candi Budha tertua di Yogyakarta.
Candi Kalasan atau Candi Tara terletak di Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman. yaitu berada kira-kira 2KM di sebelah barat dari Candi Prambanan tepatnya 10 meter disebelah selatan jalan raya yang menghubungkan Jogja – Solo, dari Jogja sekitar 15 kilometer disebelah timur, sehingga Candi Kalasan ini mempunyai akses, sarana dan prasarana yang sangat memadai.
Candi Kalasan atau Candi Tara di bangun atas perintah Rakai Panangkaran, sebagaimana dalam prasasti kuno yang ditemukan tidak jauh dari candi. Prasasti tersebut dibuat pada tahun 700 saka atau 778 Masehi dengan huruf Pranagari dan sansekerta yang memberikan penjelasan bahwa pendirian candi bermula dari usulan para Guru Sang Raja yang kemudian berhasil membujuk Raja Tejahpurna Parapkarana (Kariyana Panangkara), mustika Keluarga Syailendra (Syailendra Wangsatikala), yang juga bisa ditafsirkan bahwa telah dibangun oleh dua raja secara bersama-sama yaitu raja dari wangsa Syailendra dan raja dari Mataram Hindu yang tidak diketahui namanya di zaman wangsa Syailendra, untuk membangun sebuah bangunan suci bagi Dewa Tara yaitu penghormatan “Bodhisattva” yaitu Wanita Tara dan sebuah biara bagi para pendeta. Kemudian raja menghadiahkan Desa Kalasan kepada para biara dan tahun 778 masehi dianggap sebagai tahun pembuatan Candi Klasan. Biara yang disebut dalam prasasti ini diperkirakan adalah Candi Sari yang berlokasi sekitar 300 meter sebelah utara Candi Kalasan.
Candi Kalasan dan Candi Sari terkenal sebagai candi yang indah hiasannya dan sangat halus pahatan batunya. Ada keistimewaan dari Candi Kalasan dan Candi Sari yang tidak terdapat pada candi lainnya, yaitu pada pelapis ornamen-ornamen dan relief pada dinding luarnya yang dikenal sebagai “Vajralepa” suatu bahan berwarna kuning yang terbuat dari getah beberapa tanaman dengan fungsi sebagai perekat dan pelindung terhadap kerusakan dan menjaga ukiran serta memperindah relief dindingnya. Dari kata Vajralepa, hingga kini orang Jawa ketika membangun dan melapisi tembok rumahnya biasa disebut dengan istilah “Ng-Lepa” atau “Nglepo”.
Napak Tilas di Candi Kalasan / Candi Tara
Bangunan Candi Kalasan atau Candi Tara mempunyai tinggi 34 meter, panjang dan lebar 45 meter. Terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian bawah atau kaki candi, tubuh candi dan atap candi. Bagian terbawah candi merupakan kaki candi yang berdiri di sebuah alas batu yang berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 45 meter dan sebuah batu lebar. Candi Kalasan ini memiliki stupa-stupa dengan tinggi sekitar 4,6 meter, berjumlah 52 buah disekelilingnya.
Tubuh candi berbentuk bujur sangkar dengan beberapa penampilan yang menjorok keluar ditengah sisinya. Pada bagian tenggara terdapat bilik yang dapat dimasuki melalui bilik penampil sisi timur. Didalam bilik tersebut terdapat sebuah singgasana bersandaran yang dihiasi pola singa berdiri diatas punggung seekor gajah. Pada bagian luar tubuh candi terdapat relung yang dihiasi figur tokoh dewa dalam posisi berdiri dengan memegang bunga teratai.
Rakai Panangkaran yang juga konseptor Candi Borobudur menjadikan Candi Kalasan atau Candi Tara ini begitu indah. Pada setiap pintu masuk dari sisi utara dan selatan terdapat hiasan “kala”, mungkin ini juga menjadi asal mula nama “Kalasan”. Dibagian jengger terdapat hiasan kuncup-kuncup bunga, daun-daunan, dan sulur-suluran. Bagian atas dihiasi pohon dewata dan lukisan awan beserta penghuni khayangan yang sedang memainkan bunyi-bunyian diantaranya pembawa gendang, rebab, kerang, dan camara.
Bagian atap candi terdapat kubus yang dianggap sebagai puncak gunung semeru, disekitar kubus terdapat beberapa stupa. Batas antara atap dan tubuh candi terdapat hiasan bunga makhluk kayangan yang berbadan kerdil disebut “Gana”. Bagian atap Candi Kalasan ini berbentuk segi delapan dan terdiri dari dua tingkat. Pada masing-masing sisi ditingkat pertama terdapat arca Budha yang melukiskan manusia Budha dan di tingkat dua melukiskan Yani Budha. Candi Kalasan ini pulalah yang menjadi salah satu bangunan suci yang menginspirasi Atisha, yaitu seorang Budhis asal India yang pernah mengunjungi Kalasan dan Borobudur dan menyebarkan Budha ke Tibet.

CANDI IJO

Diposting oleh R1 | 1:11:00 PM

Candi Ijo, Candi yang Letaknya Tertinggi di Yogyakarta

The Highest Temple. Yah, candi ini adalah yang tertinggi di daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Ijo juga menyuguhkan pesona alam dan budaya yg luar biasa.. tak jauh dari sana juga terlihat pesona pesawat yang tengah landing. Karena Candi ini tak jauh dari landasan Bandara Adisutjipto, yang karenanya Bandara tersebut tak bisa diperpanjang ke arah timur.

Candi Ijo, dinamakan demikian karena candi ini terletak di Gumuk Ijo atau bukit hijau yang memang sangat menawan pemandangannya. Yaitu tepatnya didesa Gumuk Ijo, kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Dengan ketinggian sekitar 357,402 – 395,481 meter diatas permukaan laut, sehingga menjadikannya candi paling tinggi diwilayah Ngayogyakarta Hadiningrat.

Setelah keseharian melihat penatnya kota jogja dengan berpuluh ribu motor, kegiatan sehari-hari, ataupun berbagai masalah dan urusan yang menghinggapiku sepanjang hari (belalaang kalii hinggaap..).. aku menemukan hamparan alam menawan disini, secara tempatnya juga tidak begitu jauh dengan kota jogja. Pesawat yang hendak landing maupun take off pun dapat terlihat dari Gumuk Ijo ini, karena Bandara International Adisucipto Yogyakarta terletak disebelah barat wilayah Candi Ijo ini.

Napak Tilas di Candi Ijo

Jalan yang aku lalui cukup terjal, dengan tanjakan curam dan kelokan tajam, serta jalan yang sempit, tetapi wilayah ini sudah di aspal dengan halus sehingga harus tetap hati-hati.

Ketika kesana kita juga akan menemui bukit kapur, yang masih dipotong oleh para penambang untuk dijadikan batu ukiran maupun bahan bangunan. Sebenarnya saya sangat prihatin dengan hal ini, karena diwilayah kecamatan Palang, Tuban (Jawa Timur, red) saya juga pernah melihat bukit-bukit yang sering dipotongi oleh penduduk untuk kebutuhan mereka, setelah beberapa tahun saya lewat kesana lagi (Bukit Palang) hampir tidak berupa bukit, tetapi hanya sebuah gundukan batu di tengah kampung. Berbeda halnya ketika kita melihat bukit batu kapur di GWK (Garuda Wisnu Kencana) Bali, disana begitu dilestarikan bahkan dengan sedikit bentuk baru terlihat gabungan antara seni budaya kuno dan modern yang terkolaborasi dengan sangat indah dan menarik.

Saya sangat berharap Candi Ijo ini dijadikan ikon kelestarian termasuk diarea-area sekitarnya karena selain posisinya yang terletak dipinggir jalan dan mudah ditemukan, dalam Candi Ijo juga terdapat 3 buah candi perwara yang menghadap ke timur dan sebuah candi utama yang menghadap ke barat yang terletak di teras paling atas yaitu teras kesebelas (karena candi ini mempunyai 17 struktur bangunan yang terbagi dalam 11 teras berundak). Di dalam Candi Ijo juga terdapat lingga dan yoni yang melambangkan Dewa siwa yang menyatu dengan Dewi Parwati, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Candi Ijo ini mempunyai latar belakang keagamaan Hindu aliran Siwa.

Dari bentuk ukirannya Candi Ijo ini dibangun pada abad ke-9, yang akan kita temukan pula arca yang menggambarkan sosok perempuan dan laki-laki yang melayang dan mengarah pada sisi tertentu yang menurut riwayat sangsekerta arca tersebut dapat menggambarkan sebagai suwuk untuk mengusir roh jahat, dan dapat pula digambarkan sebagai lambang persatuan Dewi Uma dan Dewa Siwa.. yang dengan persatuan tersebut dapat dimaknai sebagai awal terciptanya alam semesta. Selanjutnya akan kita temukan pula beberapa prasasti dalam Candi Ijo, diantaranya adalah prasasti yang terbuat dari batu dengan ukuran tebal 9 cm dan tinggi 14 cm yang memuat mantra-mantra yang didindikasikan berupa kutukan, yang ditulis sebanyak enam belas kali, yang menggambarkan pula bahwa pada saat itu telah terjadi peristiwa di Jawa yang sampai kini belum diketahui dan masih merupakan misteri.