CANDI KEDULAN

Diposting oleh R1 | 12:24:00 PM

Candi Kedulan ditemukan pada tahun 1993. Penemuan candi ini beserta dua buah prasasti di lokasi penggaliannya mengundang pertanyaan tentang keberadaan desa kuno bernama Pananggaran dan sebuah bendungan di dekatnya.
Candi Kedulan terletak di Bulak perung, Dusun Kedulan, Kelurahan Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Yaitu sekitar 4 kilometer ke arah barat laut Candi Kalasan. Candi ini terdapat pada 3 sampai 7 meter dibawah tanah, kemungkinan besar karena tertimbun lahar dari gunung Merapi yang meletus secara besar-besaran pada awal abad ke-11 (kira-kira tahun 1006).
Jenis arsitektur pada Candi Kedulan terlihat mirip seperti gaya Candi Sambi Sari dan Candi Ijo, yang mempunyai hiasan berupa relief mulut kala (raksasa) dengan taring bawah. Disinilah letak keistimewaan Candi Kedulan, yaitu pada relief “kala” tersebut. Di Jawa Tengah relief kala tidak mempunyai rahang bawah seperti di Jawa Timur, namun Candi Kedulan meski terletak di Jawa Tengah ternyata relief Kala-nya mempunyai rahang bawah. Karena itu diperkirakan Candi Kedulan dibangun pada periode Kerajaan Hindu Jawa Tengah yang bergeser ke Jawa Timur yaitu sekitar abad ke-9.
Napak Tilas di Candi Kedulan
Jenis tanah yang berada disekitar candi terdiri dari 13 lapisan yang berbeda, sehingga kemungkinan besar dahulu Candi Kedulan ini tertimbun lahar dalam beberapa kali letusan (13 kali). Candi Kedulan memiliki berbagai corak candi dengan candi induk yang berada di tengah berukuran 13,7 x 13,70 x 8,009 meter. Candi Kedulan ini juga dilengkapi dengan pagar halaman, seperti juga Candi Sambisari yang terletak sekitar 1 kilometer dari Candi Kedulan.
Lokasi penggalian sedalam 7 meter akan langsung ditemui begitu tiba di kompleks candi ini. Lokasi penggalian itu berisi batu-batu candi yang tersebar ke segala penjuru dan bagian kaki candi induk yang tampak masih menyatu. Di lokasi penggalian inilah kompleks Candi Kedulan yang terdiri dari 1 candi induk dan 3 candi perwara (pendamping) semula berdiri. Kini, bagian kaki candi induk tengah diuji kekokohannya agar dapat ditumpangi batu-batu lain pada tahap selanjutnya.
Mengelilingi daerah sekitar lokasi penggalian, akan dijumpai batu-batu candi yang tengah direkonstruksi dengan cara mencocokkan batu satu dengan batu lainnya. Batu yang telah berhasil dicocokkan diberi simbol-simbol tertentu yang ditulis menggunakan kapur. Tampak konstruksi sementara bangunan pagar pembatas selasar candi, atap, bilik candi dan beberapa bagian tubuh candi lainnya. Terlihat pula lingga dan yoni yang diduga merupakan komponen yang mengisi bilik candi.
Beberapa ornamen yang menghias candi sudah bisa dinikmati keindahannya walau candinya sendiri masih dalam tahap rekonstruksi. Misalnya, relief naga di bawah yoni yang diperkirakan mengisi bilik utama candi induk, figurnya berbeda dengan naga penghias yoni candi di Jawa Tengah lainnya sebab terlihat memiliki rahang. Terdapat pula relief dewa di beberapa bagian dinding candi, hiasan sulur-suluran, roset, serta relief motif batik.
Selesai berkeliling, YogYES sempat berbincang dengan salah seorang staf bernama Haryono. Ia bercerita betapa sulitnya menyusun kembali bangunan yang telah runtuh itu. Ada ratusan batu yang harus dicocokkan agar candi bisa berdiri lagi, padahal untuk mencocokkannya tak ada petunjuk sama sekali. Saking sulitnya, seorang pekerja kadang hanya mampu mencocokkan satu batu dengan satu batu lainnya dalam kurun waktu seminggu. Betul, bagaikan menyusun sebuah puzzle raksasa.
Kalau memasuki ruang informasi di sebelah lokasi penggalian, anda bisa mengetahui perkiraan rancangan Candi Kedulan. Dari hasil diperkirakan, candi induk memiliki tinggi 8 meter, terbagi menjadi bagian kaki, tubuh dan atap. Tubuh candi terdiri dari 10 lapis batu dengan tinggi 2,4 meter, memiliki beberapa relung yang berisi arca Ganesha (anak Dewa Siwa), Agastya, Durga (isteri Dewa Siwa), Nandaka dan Nandiswara (kendaraan Dewi Durga), serta mempunyai selasar sempit yang diduga hanya bisa dimasuki orang-orang tertentu. Atap candi terdiri atas 13 lapis batu andesit. Dari keterangan diatas bisa diperkirakan bahwa arsitekturnya secara keseluruhan mirip dengan Candi Sambisari.
Di ruang informasi itu pula, anda bisa melihat puing-puing puing-puing mangkuk berhias dan barang gerabah yang diduga digunakan dalam ritual peribadatan di candi ini. Selain itu, ada juga kayu-kayu yang berasal dari pepohonan yang tumbuh semasa candi ini berdiri. Haryono bercerita pada YogYES bahwa salah satu serpihan kayu pohon itu pernah dibawa seseorang untuk diukir, namun dikembalikan lagi sebab orang yang membawanya justru mengalami petaka.
Beberapa foto benda-benda lain yang ditemukan selama penggalian juga bisa dilihat di ruang informasi. Ada foto arca dewa berbahan perunggu dan foto prasasti Pananggaran dan Sumudul yang ditemukan pada tahun 2003. Pada dinding ruangan, terdapat gambaran lapisan tanah tempat batu-batu candi ditemukan, serta foto-foto yang menggambarkan proses penggalian yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Pada 12 Juni 2003, ditemukan 2 buah prasasti di lokasi penggalian. Prasasti yang ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta tersebut sudah berhasil dibaca oleh dua epigraf dari Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yaitu Dr Riboet Darmoseotopo dan Tjahjono Prasodjo MA. Berangka tahun 791 Saka (869 Masehi, atau sekitar 10 tahun setelah candi Prambanan berdiri), isinya tentang pembebasan pajak tanah di Desa Pananggaran dan Parhyangan, pembuatan bendungan untuk irigasi, pendirian bangunan suci bernama Tiwaharyyan serta ancaman kutukan bagi siapapun yang tidak mematuhi aturan.
Beberapa arkeolog menduga bahwa prasasti tersebut berkaitan dengan pendirian Candi Kedulan. Bangunan suci Tiwaharyyan diduga merupakan Candi Kedulan itu sendiri. Desa Pananggaran yang diceritakan pada prasasti diduga berada di wilayah sekitar candi, begitu pula bendungan yang dimaksud. Namun sampai kini belum ditemukan jejak bendungan kuno yang dimaksud. Mungkin bendungan itu dibangun di Sungai Opak yang berjarak ±4 km dari lokasi candi, atau mungkin juga di sungai yang kini sudah tidak ada lagi karena tertutup lahar letusan Gunung Merapi seribu tahun silam.
Banyaknya teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan beserta pesona komponen candi menjadikan berwisata ke Candi Kedulan menarik untuk dilakukan. Kondisi candi yang masih dalam tahap rekonstruksi justru menambah kesenangan ketika mengunjunginya.

0 komentar